Abad 21 adalah masa dimana dunia
berasa berputar sangat cepat, pekerjaan yang dalam penyelesaiannya membutuhkan
waktu yang lama sekarang bisa diselesaikan dengan waktu yang lebih singkat.
Salah satu faktor pendukungnya adalah karena dikaitkannya teknologi dalam
membantu aktivitas manusia. Selain teknologi, faktor lain yang mempengaruhi
adalah pergeseran paradigma dari job sequrity menjadi kapabilitas sequrity.
Manusia dituntut mempunyai kapabilitas agar bisa bersaing dalam abad 21. Kapabilitas
yang dimaksud adalah memiliki kecakapan hidup (berinisiatif, mandiri, adaptif
dan fleksibel), memiliki keterampilan belajar dan berinovasi (kreatif, berpikir
kritis, pemecahan masalah, komunikasi dan kolaborasi) serta memiliki literasi
media dan IT yang mempuni.
Siapakah
yang diberi amanah untuk membentuk manusia-manusia yang akan berkapabilitas
sebagaimana yang disebutkan di atas tadi? Jawabannya adalah GURU. Khususnya di
Indonesia, apakah guru sudah melaksanakan amanah itu dengan baik? Sebagai gambaran
untuk menjawab pertanyaan itu saya akan memaparan beberapa data hasil Trends
in International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2011 dan
Programme for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2012 (update teranyar sudah ada tapi
belum ada rujukan yang ditemui yang menganalisis hasilnya lebih jauh).
Indonesia berada pada peringkat 40 dari 42 negara partisipan TIMSS dan
peringkat 60 dari 61 negara partisipan PISA. Skor total Indonesia pada TIMSS adalah
406 dan skor rata-rata seluruh negara partisipannya adalah 500. Skor total Indonesia pada PISA adalah 382 dan
skor rata-rata seluruh negara partisipannya adalah 501.
Berdasarkan
data diatas dapat disimpulkan bahwa skor Indonesia berada dibawah rata-rata
skor seluruh negara partisipan baik pada TIMSS maupun pada PISA. Jika dibiaran
seperti ini, maka di masa depan Indonesia secara umum akan memiliki SDM yang
akan kalah dalam persaingan global. Hal ini akan memancing orang-orang dari
negara lain yang SDM-nya terbukti unggul menyerbu Indonesia sebagai tempat
untuk bekerja dan itu sudah mulai terlihat saat Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
sudah berlaku di Indonesia.
MEA
menjadikan orang-orang dari negara-negara anggota ASEAN bebas bekerja di negara
manapun dalam kelompok ASEAN itu sendiri termasuk Indonesia. Jika mereka
memilih Indonesia, itu karena mereka
yakin bisa mendapatkan pekerjaan dengan mudah sebab mereka menyadari memiliki kapabilitas yang lebih unggul dari orang-orang
di Indonesia. Kita sebagai rakyat Indonesia tidak mungkin tinggal diam jika hal
ini terjadi di masa depan, kalau tidak maka kita akan menjadi penonton dalam
negeri kita sendiri.
Selanjutnya
apa yang harus guru-guru kita lakukan? Salah satu solusinya adalah guru-guru
harus selalu membiasakan memberi tugas-tugas yang sifatnya mampu memicu higher
order thingking skill (hots) siswa. Hots merupakan kemampuan berpikir logis,
kritis, kreatif, problem solving dan predictive power. Hots berada pada proses kognitif level
menganalisis (C4), mengevaluasi (C5) dan membuat (C6), juga tentunya pada
dimensi pengetahuan konseptual, prosedural dan metakognitif.
Guru
adalah satu-satunya profesi yang menghasilkan semua profesi. Jika guru
memberikan pondasi yang kuat pada siswa-siswanya, maka ketika mereka bekerja
nanti akan mampu menjadi seseorang yang mempunyai profesionalitas yang tinggi di
bidangnya yang membuat SDM Indonesia mampu bersaing dengan SDM negara lainnya
khususnya dalam Masyarakat Ekonomi Asean.
No comments:
Post a Comment